Pengenaan PPN Atas Barang Hasil Pertanian Dari Kegiatan Usaha Di Bidang Pertanian, Perkebunan, Dan Kehutanan

Pengenaan PPPN Atas Barang Hasil Pertanian Dari Kegiatan Usaha Di Bidang Pertanian, Perkebunan, Dan Kehutanan

Setelah keputusan Mahkaman Agung nomor 70P/HUM/2013 banyak pengusaha yang terkaget-kaget dengan implikasi putusan tersebut. Sebelumpun produk pertanian termasuk Barang Kena Pajak (BKP) strategis yang di bebaskan. Dengan dibebaskannya produk pertanian, maka pengusaha tidak ada kewajiban untuk memungut PPN. 

Dasar pembebasan produk pertanian adalah Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 2007. Peraturan Pemerintah ini mengatur:
Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah :
  • barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
  • makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
  • barang hasil pertanian;
  • bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan;
  • air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
  • listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt; dan
  • Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
Frasa "barang hasil pertanian" kemudian digugat oleh Kadin. KADIN sebagai pemohon diwakili oleh Suryo B. Sulistio dan Hariyadi Sukamdani. Secara khusus, KADIN meminta Mahkamah Agung untuk mencoret frase "barang hasil pertanian" sebagai BKP strategis.

Konon kabarnya, pihak yang mendorong gugatan ini adalah para pengusaha kelapa sawit. Sebelumnya, pajak masukan untuk kebun tidak dapat dikreditkan. Perlakuan perpajakan ini berdasarkan asas equal treatment antara pengusaha yang HANYA memiliki kebun dengan pengusaha yang memiliki kebun dan pabrik.

Para pemilik kebun tidak dapat mengkreditkan pajak masukan. Kenapa? Karena produk dari kebun TBS merupakan BKP strategis. Karena TBS merupakan BKP strategis berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 2007, maka supaya bisa dikreditkan para pengusaha menggugat peraturan. Tujuannya agara pajak masukan atas pembelian pupuk dan peralatan perkebunan sawit bisa dikreditkan.

Argumen yang disodorkan adalah daya saing. KADIN berargumen bahwa penetapan "barang hasil pertanian" sebagai BKP strategis melemahkan daya saing karena tidak dapat mengkreditkan pajak masukan. 

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 2007, barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan.  Dengan dikabulkannya barang hasil pertanian sebagai BUKAN BKP strategis, maka semua barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan menjadi BKP.

Apakah beras dan sayuran menjadi BKP? Menurut Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN bahwa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak bukan BKP atau sering disebut non-BKP.

Bagian penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN merinci barang bukan BKP:
  • beras;
  • gabah;
  • jagung;
  • sagu;
  • kedelai;
  • garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
  • daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
  • telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
  • susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
  • buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
  • sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.  
Selain yang disebutkan diatas, maka produk yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan merupakan BKP.

Secara lengkap dapat dilihat di bagian lampiran SE-24/PJ/2014. Untuk mendapatkan slide SE-24/PJ/2014 yang sudah dikonversi ke pdf dapat diunduh di drive saya. 

Putusan Mahkamah Agung ini seharusnya diikuti dengan penerbitan Peraturan Pemerintah yang baru yang mencabut Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 2007. Tetapi karena kendala waktu untuk membuat peraturan pemerintah (konon kabarnya begitu) maka Direktorat Jenderal Pajak memilih diam. 

Apa konsekuensi pilihan tersebut? Putusan tersebut berlaku 90 hari kemudian setelah dikirim oleh Mahkamah Agung. 

Dasarnya Pasal 8 ayat 2 Peraturan MA Nomor 01 Tahun 2011:
Dalam hal 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Jadi, sejak 22 Juli 2014 Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 2007 menjadi tidak berlaku. Putusan ini tidak berlaku surut. Artinya, terhadap transaksi tanggal 21 Juli 2014 dan sebelumnya barang hasil pertanian tetap merupakan BKP Strategis.


Komentar

cara membuat blog mengatakan…
artikel ini cukup menambah pengetahuan kami tentang perpajakan
Unknown mengatakan…
selamat malam. mau tanya nih, untuk pengadaan bibit kelapa anggaran APBN tahun 2015, apakah kena PPN atau tidak. Terima Kasih
Unknown mengatakan…
Terima kasih, sangat membantu :)

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru