pinjaman tanpa bunga dari pihak yang memiliki hubungan istimewa dianggap sebagai modal

rajin membayar pajak berarti menabung untuk masa depan
Menumpuk utang dan mengecilkan modal termasuk salah satu cara menghindari pembayaran pajak. Karena utang menimbulkan bunga dan bunga mengurangi penghasilan. Ada juga pemegang saham yang senang mencatatkan utang daripada modal agar "dividen" yang dia terima dicatat oleh perusahaan sebagai pengembalian hutang. 

Karena tidak ada pembatasan hutang, maka sebanyak apapun hutang pemegang saham atau hutang usaha lainnya tidak masalah. Sekarang tidak bisa lagi setelah terbit Peraturan Menteri Keuangan nomor 169/PMK.03/2015

Saya sengaja menulis mencatatkan utang dengan cetak miring. Karena memang kadang-kadang pikiran orang yang mencatatkannya juga miring. Sering ditemukan penjualan dicatatkan sebagai utang pemegang saham! Begitu "hasil usaha" dibagi ke pemegang saham, tinggal dikurangi saldo akun "utang pemegang saham". 

Semakin banyak salod akun "utang pemegang saham" maka semakin aman modus "dividen terselubung" yang dia bukukan. Toh, tidak ada aturan batasan utang. Sampai sekarang, saya selalu curiga jika ada akun utang pemegang saham di necara Wajib Pajak.

Kelakuan pemegang saham yang seperti ini mulai tahun 2016 tidak bisa lagi. Hal ini karena aturan batas debt equity ratio sudah diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Sejak 2016 tidak boleh lagi ada utang melebihi 4 kali modal.

Misal modal perusahan Rp.100 maka maksimal jumlah utang jangka pendek dan utang jangka panjang sebesar Rp.400. Jika lebih maka buanga utang atas kelebihan tersebut tidak boleh dijadikan biaya atau pengurang penghasilan.

Menariknya, Peraturan Menteri Keuangan nomor 169/PMK.03/2015 memasukkan utang tanpa bunga kepada pemegang saham (lebih tepatnya "memiliki hubungan istimewa") termasuk saldo modal. Silakan cek Pasal 1 ayat (5). Artinya,  utang tanpa bunga kepada pemegang saham adalah modal!

Nisbah utang terhadap modal ini bukan saldo akhir tahun. Nisbah yang digunakan adalah salda rata-rata tiap akhir bulan. Baik untuk saldo utang maupun untuk saldo modal. Setiap akhir bulan harus dilihat, dimasukkan dalam tabel dan dibagi. 

Bunga yang dikoreksi juga lebih luas. PMK menyebutnya biaya pinjaman.

Termasuk biaya pinjaman adalah:

  • bunga pinjaman;
  • diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman;
  • biaya tambahan yang terjadi terkait dengan perolehan pinjaman (arrangement of borrowings);
  • beban keuangan dalam sewa pembiayaan;
  • biaya imbalah karena jaminan pengembalian utang; dan
  • selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam valuta asing.


Catatan terakhir tentang PMK DER ini adalah adanya kewajiban pelaporan pinjaman dari luar negeri ke kantor pajak. Jika pinjaman dari luar negeri tidak dilaporkan ke kantor pajak maka atas biaya pinjaman tersebut tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan. Mantap kan?

Perhitungan teknis tentang DER bisa dilihat di bagian lampiran PMK.


Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog





Komentar

Arif atvan mengatakan…
Pak berarti, PMK 169 ini serta merta membatalkan PP 94 tahun 2010 ya?
Raden Agus Suparman mengatakan…
mana bisa PMK membatalkan PP
kan PMK dibawah PP

PMK ini adalah amanat UU PPh
silakan di cek Pasal 18 ayat (1) UU PPh.

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru